Selasa, 21 Juni 2011

perkembangan kesehatan masyarakat setelah ilmu pengetahuan dan perkembangan kesehatan masyaraka di indonesia


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT  SESUDAH ILMU PENGETAHUAN.

            Sebelum dibahas perkembangan kesehatan masyrakat sesudah ilmu pengetahuan maka akan dibahas  perkembangan kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan.

Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan

Dari kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani dan Roma telah tercatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit. Telah ditemukan pula bahwa pada zaman tersebut tercatat dokumen-dokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air limbah atau drainase pemukiman pembangunan kota, pengaturan air minum, dan sebagainya.
Pada zaman ini juga diperoleh catatan bahwa telah dibangun tempat pembuangan kotoran (latrin) umum, meskipun alasan dibuatnya latrine tersebut bukan karena kesehatan. Dibangunnya latri umum pada saat itu bukan karena tinja atau kotoran manusia dapat menularkan penyakit tetapi tinja menimbulkan bau tak enak dan pandangan yang tidak menyedapkan.
Demikian juga masyarakat membuat sumur pada waktu itu dengan alasan bahwa minum air kali yang mengalir sudah kotor itu terasa tidak enak, bukan karena minum air kali dapat menyebabkan penyakit (Greene, 1984).
Dari dokumen lain tercatat bahwa pada zaman Romawi kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan masyarakat mencatatkan pembangunan rumah, melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya, dan binatang-binatang piaraan yang menimbulkan bau, dan sebagainya.
Bahkan pada waktu itu telah ada keharusan pemerintah kerajaan untuk melakukan supervisi atau peninjauan kepada tempat-tempat minuman (public bar), warung makan, tempat-tempat prostitusi dan sebagainya (Hanlon, 1974).
Kemudian pada permulaan abad pertama sampai kira-kira abad ke-7 kesehatan masyarakat makin dirasakan kepentingannya karena berbagai macam penyakit menular mulai menyerang sebagian besar penduduk dan telah menjadi epidemi bahkan di beberapa tempat telah menjadi endemi.
Penyakit kolera telah tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur Tengah dan Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 tersebut telah menjadi pusat endemi kolera. Disamping itu lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa melalui para emigran.
Upaya-upaya untuk mengatasi epidemi dan endemi penyakit-penyakit tersebut, orang telah mulai memperhatikan masalah lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi lingkungan. Pembuangan kotoran manusia (latrin), pengusahaan air minum yang bersih, pembuangan sampah, ventilasi rumah telah tercatat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pada waktu itu.
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan India. Pada tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah pes, dan di India, Mesir dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap hari karena pes.
Menurut catatan, jumlah meninggal karena wabah pes di seluruh dunia waktu itu mencapai lebih dari 60.000.000 orang. Oleh sebab itu waktu itu disebut “the Black Death”. Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18. Disamping wabah pes, wabah kolera dan tipus masih berlangsung.
Telah tercatat bahwa pada tahun 1603 lebih dari 1 diantara 6 orang meninggal, dan pada tahun 1663 sekitar 1 diantara 5 orang meninggal karena penyakit menular. Pada tahun 1759, 70.000 orang penduduk kepulauan Cyprus meninggal karena penyakit menular. Penyakit-penyakit lain yang menjadi wabah pada waktu itu antara lain difteri, tipus, disentri dan sebagainya.
Dari catatan-catatan tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat khususnya penyebaran-penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan dahsyat, namun upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh belum dilakukan oleh orang pada zamannya.




Periode sesudah ilmu pengetahuan

Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 mempunyai dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Kalau pada abad-abad sebelumnya masalah kesehatan khususnya penyakit hanya dilihat sebagai fenomena biologis dan pendekatan yang dilakukan hanya secara biologis yang sempit, maka mulai abad ke-19 masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab itu pendekatan masalah kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, multisektoral.
Disamping itu pada abad ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil menemukan vaksin untuk mencegah penyakit cacar, Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruang operasi dan William Marton menemukan ether sebagai anestesi pada waktu operasi.
            Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan pada tahun 1832 di Inggris. Pada waktu itu sebagian besar rakyat Inggris terserang epidemi (wabah) kolera, terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan yang miskin. Kemudian parlemen Inggris membentuk komisi untuk penyelidikan dan penanganan masalah wabah kolera ini.
Edwin Chadwich seorang pakar sosial (social scientist) sebagai ketua komisi ini akhirnya melaporkan hasil penyelidikannya sebagai berikut : Masyarakat hidup di suatu kondisi sanitasi yang jelek, sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak teratur, makanan yang dijual di pasar banyak dirubung lalat dan kecoa. Disamping itu ditemukan sebagian besar masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari, dengan gaji yang dibawah kebutuhan hidup. Sehingga sebagian masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bergizi.
Laporan Chadwich ini dilengkapi dengan analisis data statistik yang bagus dan sahih. Berdasarkan laporan hasil penyelidikan Chadwich ini, akhirnya parlemen mengeluarkan undang-undang yang isinya mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk, termasuk sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat kerja, pabrik dan sebagainya. Pada tahun 1848, John Simon diangkat oleh pemerintah Inggris untuk menangani masalah kesehatan penduduk (masyarakat).
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk tenaga kesehatan yang profesional. Pada tahun 1893 John Hopkins, seorang pedagang wiski dari Baltimore Amerika mempelopori berdirinya universitas dan didalamnya terdapat sekolah (Fakultas)Kedokteran.
Mulai tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Canada dan sebagainya. Dari kurikulum sekolah-sekolah kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan masyarakat sudah diperhatikan. Mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai melakukan kegiatan penerapan ilmu di masyarakat.

B.     PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA.

Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.
Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu.
Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta.
Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.
Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.
Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.
Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.
Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.
Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.
Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.
Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.
Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.

Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1.      Kesehatan ibu dan anak
2.       Keluarga berencana
3.       Gizi
4.       Kesehatan lingkungan
5.       Pencegahan penyakit menular
6.       Penyuluhan kesehatan masyarakat
7.       Pengobatan
8.       Perawatan kesehatan masyarakat
9.       Usaha kesehatan gizi
10.   Usaha kesehatan sekolah
11.   Usaha kesehatan jiwa
12.  Laboratorium
13.   Pencatatan dan pelaporan

Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A dan B dimana tipe A dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.
Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian puskesmas yakni stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang lain, yakni micro planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (Posyandu).
Program ini mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Penanggulangan penyakit diare
5. Imunisasi

Puskesmas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT  SESUDAH ILMU PENGETAHUAN.

            Sebelum dibahas perkembangan kesehatan masyrakat sesudah ilmu pengetahuan maka akan dibahas  perkembangan kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan.

Periode Sebelum Ilmu Pengetahuan

Dari kebudayaan yang paling luas yakni Babylonia, Mesir, Yunani dan Roma telah tercatat bahwa manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan masyarakat dan penyakit. Telah ditemukan pula bahwa pada zaman tersebut tercatat dokumen-dokumen tertulis, bahkan peraturan-peraturan tertulis yang mengatur tentang pembuangan air limbah atau drainase pemukiman pembangunan kota, pengaturan air minum, dan sebagainya.
Pada zaman ini juga diperoleh catatan bahwa telah dibangun tempat pembuangan kotoran (latrin) umum, meskipun alasan dibuatnya latrine tersebut bukan karena kesehatan. Dibangunnya latri umum pada saat itu bukan karena tinja atau kotoran manusia dapat menularkan penyakit tetapi tinja menimbulkan bau tak enak dan pandangan yang tidak menyedapkan.
Demikian juga masyarakat membuat sumur pada waktu itu dengan alasan bahwa minum air kali yang mengalir sudah kotor itu terasa tidak enak, bukan karena minum air kali dapat menyebabkan penyakit (Greene, 1984).
Dari dokumen lain tercatat bahwa pada zaman Romawi kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan masyarakat mencatatkan pembangunan rumah, melaporkan adanya binatang-binatang yang berbahaya, dan binatang-binatang piaraan yang menimbulkan bau, dan sebagainya.
Bahkan pada waktu itu telah ada keharusan pemerintah kerajaan untuk melakukan supervisi atau peninjauan kepada tempat-tempat minuman (public bar), warung makan, tempat-tempat prostitusi dan sebagainya (Hanlon, 1974).
Kemudian pada permulaan abad pertama sampai kira-kira abad ke-7 kesehatan masyarakat makin dirasakan kepentingannya karena berbagai macam penyakit menular mulai menyerang sebagian besar penduduk dan telah menjadi epidemi bahkan di beberapa tempat telah menjadi endemi.
Penyakit kolera telah tercatat sejak abad ke-7 menyebar dari Asia khususnya Timur Tengah dan Asia Selatan ke Afrika. India disebutkan sejak abad ke-7 tersebut telah menjadi pusat endemi kolera. Disamping itu lepra juga telah menyebar mulai dari Mesir ke Asia Kecil dan Eropa melalui para emigran.
Upaya-upaya untuk mengatasi epidemi dan endemi penyakit-penyakit tersebut, orang telah mulai memperhatikan masalah lingkungan, terutama hygiene dan sanitasi lingkungan. Pembuangan kotoran manusia (latrin), pengusahaan air minum yang bersih, pembuangan sampah, ventilasi rumah telah tercatat menjadi bagian dari kehidupan masyarakat pada waktu itu.
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang paling dahsyat, di China dan India. Pada tahun 1340 tercatat 13.000.000 orang meninggal karena wabah pes, dan di India, Mesir dan Gaza dilaporkan bahwa 13.000 orang meninggal tiap hari karena pes.
Menurut catatan, jumlah meninggal karena wabah pes di seluruh dunia waktu itu mencapai lebih dari 60.000.000 orang. Oleh sebab itu waktu itu disebut “the Black Death”. Keadaan atau wabah penyakit-penyakit menular ini berlangsung sampai menjelang abad ke-18. Disamping wabah pes, wabah kolera dan tipus masih berlangsung.
Telah tercatat bahwa pada tahun 1603 lebih dari 1 diantara 6 orang meninggal, dan pada tahun 1663 sekitar 1 diantara 5 orang meninggal karena penyakit menular. Pada tahun 1759, 70.000 orang penduduk kepulauan Cyprus meninggal karena penyakit menular. Penyakit-penyakit lain yang menjadi wabah pada waktu itu antara lain difteri, tipus, disentri dan sebagainya.
Dari catatan-catatan tersebut di atas dapat dilihat bahwa masalah kesehatan masyarakat khususnya penyebaran-penyebaran penyakit menular sudah begitu meluas dan dahsyat, namun upaya pemecahan masalah kesehatan masyarakat secara menyeluruh belum dilakukan oleh orang pada zamannya.




Periode sesudah ilmu pengetahuan

Bangkitnya ilmu pengetahuan pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 mempunyai dampak yang luas terhadap segala aspek kehidupan manusia, termasuk kesehatan. Kalau pada abad-abad sebelumnya masalah kesehatan khususnya penyakit hanya dilihat sebagai fenomena biologis dan pendekatan yang dilakukan hanya secara biologis yang sempit, maka mulai abad ke-19 masalah kesehatan adalah masalah yang kompleks. Oleh sebab itu pendekatan masalah kesehatan harus dilakukan secara komprehensif, multisektoral.
Disamping itu pada abad ilmu pengetahuan ini juga mulai ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan vaksin sebagai pencegah penyakit. Louis Pasteur telah berhasil menemukan vaksin untuk mencegah penyakit cacar, Joseph Lister menemukan asam carbol (carbolic acid) untuk sterilisasi ruang operasi dan William Marton menemukan ether sebagai anestesi pada waktu operasi.
            Penyelidikan dan upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai dilakukan pada tahun 1832 di Inggris. Pada waktu itu sebagian besar rakyat Inggris terserang epidemi (wabah) kolera, terutama terjadi pada masyarakat yang tinggal di perkotaan yang miskin. Kemudian parlemen Inggris membentuk komisi untuk penyelidikan dan penanganan masalah wabah kolera ini.
Edwin Chadwich seorang pakar sosial (social scientist) sebagai ketua komisi ini akhirnya melaporkan hasil penyelidikannya sebagai berikut : Masyarakat hidup di suatu kondisi sanitasi yang jelek, sumur penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia. Air limbah yang mengalir terbuka tidak teratur, makanan yang dijual di pasar banyak dirubung lalat dan kecoa. Disamping itu ditemukan sebagian besar masyarakat miskin, bekerja rata-rata 14 jam per hari, dengan gaji yang dibawah kebutuhan hidup. Sehingga sebagian masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bergizi.
Laporan Chadwich ini dilengkapi dengan analisis data statistik yang bagus dan sahih. Berdasarkan laporan hasil penyelidikan Chadwich ini, akhirnya parlemen mengeluarkan undang-undang yang isinya mengatur upaya-upaya peningkatan kesehatan penduduk, termasuk sanitasi lingkungan, sanitasi tempat-tempat kerja, pabrik dan sebagainya. Pada tahun 1848, John Simon diangkat oleh pemerintah Inggris untuk menangani masalah kesehatan penduduk (masyarakat).
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 mulai dikembangkan pendidikan untuk tenaga kesehatan yang profesional. Pada tahun 1893 John Hopkins, seorang pedagang wiski dari Baltimore Amerika mempelopori berdirinya universitas dan didalamnya terdapat sekolah (Fakultas)Kedokteran.
Mulai tahun 1908 sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Canada dan sebagainya. Dari kurikulum sekolah-sekolah kedokteran tersebut terlihat bahwa kesehatan masyarakat sudah diperhatikan. Mulai tahun kedua para mahasiswa sudah mulai melakukan kegiatan penerapan ilmu di masyarakat.

B.     PERKEMBANGAN KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA.

Sejarah perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia dimulai sejak pemerintahan Belanda pada abad ke-16. Kesehatan masyarakat di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya upaya pemberantasan cacar dan kolera yang sangat ditakuti masyarakat pada waktu itu.
Kolera masuk di Indonesia tahun 1927 dan tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor di Indonesia kemudian pada tahun 1948 cacar masuk ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia. Sehingga berawal dari wabah kolera tersebut maka pemerintah Belanda pada waktu itu melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Namun demikian di bidang kesehatan masyarakat yang lain pada tahun 1807 pada waktu pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, telah dilakukan pelatihan dukun bayi dalam praktek persalinan. Upaya ini dilakukan dalam rangka penurunan angka kematian bayi yang tinggi pada waktu itu.
Akan tetapi upaya ini tidak berlangsung lama karena langkanya tenaga pelatih kebidanan kemudian pada tahun 1930 dimulai lagi dengan didaftarnya para dukun bayi sebagai penolong dan perawatan persalinan. Selanjutnya baru pada tahun 1952 pada zaman kemerdekaan pelatihan secara cermat dukun bayi tersebut dilaksanakan lagi.
Pada tahun 1851 sekolah dokter Jawa didirikan oleh dr. Bosch, kepala pelayanan kesehatan sipil dan militer dan dr. Bleeker di Indonesia. Kemudian sekolah ini terkenal dengan nama STOVIA (School Tot Oplelding Van Indiche Arsten) atau sekolah untuk pendidikan dokter pribumi. Setelah itu pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter yang kedua di Surabaya dengan nama NIAS (Nederland Indische Arsten School).
Pada tahun 1927, STOVIA berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya Universitas Indonesia tahun 1947 berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kedua sekolah tersebut mempunyai andil yang sangat besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.Tidak kalah pentingnya dalam mengembangkan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah berdirinya Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung pada tahun 1888. Kemudian pada tahun 1938, pusat laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman dan selanjutnya disusul didirikan laboratorium lain di Medan, Semarang, Makassar, Surabaya dan Yogyakarta.
Laboratorium-laboratorium ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar dan sebagainya bahkan untuk bidang kesehatan masyarakat yang lain seperti gizi dan sanitasi.
Pada tahun 1922 pes masuk Indonesia dan pada tahun 1933, 1934 dan 1935 terjadi epidemi di beberapa tempat, terutama di pulau Jawa. Kemudian mulai tahun 1935 dilakukan program pemberantasan pes ini dengan melakukan penyemprotan DDT terhadap rumah-rumah penduduk dan juga vaksinasi massal. Tercatat pada tahun 1941, 15.000.000 orang telah memperoleh suntikan vaksinasi.
Pada tahun 1925, Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya angka kematian dan kesakitan di Banyumas-Purwokerto pada waktu itu. Dari hasil pengamatan dan analisisnya tersebut ini menyimpulkan bahwa penyebab tingginya angka kematian dan kesakitan ini adalah karena jeleknya kondisi sanitasi lingkungan.
Masyarakat pada waktu itu membuang kotorannya di sembarang tempat, di kebun, selokan, kali bahkan di pinggir jalan padahal mereka mengambil air minum juga dari kali. Selanjutnya ia berkesimpulan bahwa kondisi sanitasi lingkungan ini disebabkan karena perilaku penduduk.
Oleh sebab itu, untuk memulai upaya kesehatan masyarakat, Hydrich mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda (pendidikan) penyuluhan kesehatan. Sampai sekarang usaha Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman kemerdekaan, salah satu tonggak penting perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diperkenalkannya Konsep Bandung (Bandung Plan) pada tahun 1951 oleh dr. Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya dikenal dengan Patah-Leimena.
Dalam konsep ini mulai diperkenalkan bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia kedua aspek ini tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit maupun di puskesmas.
Selanjutnya pada tahun 1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat. Pada tahun 1956 ini oleh dr. Y. Sulianti didirikan Proyek Bekasi (tepatnya Lemah Abang) sebagai proyek percontohan atau model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan.
Proyek ini disamping sebagai model atau konsep keterpaduan antara pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis, juga menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan.
Untuk melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini terpilih 8 desa wilayah pengembangan masyarakat yaitu Inderapura (Sumatera Utara), Lampung, Bojong Loa (Jawa Barat), Sleman (Jawa Tengah), Godean (Yogyakarta), Mojosari (Jawa Timur), Kesiman (Bali) dan Barabai (Kalimantan Selatan). Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal sistem puskesmas sekarang ini.
Pada bulan November 1967, dilakukan seminar yang membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia. Pada waktu itu dibahas konsep puskesmas yang dibawakan oleh dr. Achmad Dipodilogo yang mengacu kepada konsep Bandung dan Proyek Bekasi. Kesimpulan seminar ini adalah disepakatinya sistem puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C.
Dengan menggunakan hasil-hasil seminar tersebut, Departemen Kesehatan menyiapkan rencana induk pelayanan kesehatan terpadu di Indonesia. Akhirnya pada tahun 1968 dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Departemen Kesehatan) menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan, di kotamadya atau kabupaten.

Kegiatan pokok puskesmas mencakup :
1.      Kesehatan ibu dan anak
2.       Keluarga berencana
3.       Gizi
4.       Kesehatan lingkungan
5.       Pencegahan penyakit menular
6.       Penyuluhan kesehatan masyarakat
7.       Pengobatan
8.       Perawatan kesehatan masyarakat
9.       Usaha kesehatan gizi
10.   Usaha kesehatan sekolah
11.   Usaha kesehatan jiwa
12.  Laboratorium
13.   Pencatatan dan pelaporan

Pada tahun 1969, sistem puskesmas hanya disepakati 2 saja, yakni tipe A dan B dimana tipe A dikelola oleh dokter sedangkan tipe B hanya dikelola oleh paramedis. Dengan adanya perkembangan tenaga medis maka akhirnya pada tahun 1979 tidak diadakan perbedaan puskesmas tipe A atau tipe B, hanya ada satu tipe puskesmas yang dikepalai oleh seorang dokter.
Pada tahun 1979 juga dikembangkan 1 piranti manajerial guna penilaian puskesmas yakni stratifikasi puskesmas sehingga dibedakan adanya :
1. Strata 1 : puskesmas dengan prestasi sangat baik
2. Strata 2 : puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar
3. Strata 3 : puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata

Selanjutnya puskesmas juga dilengkapi dengan 2 piranti manajerial yang lain, yakni micro planning untuk perencanaan dan lokakarya mini (Lokmin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan kerjasama tim. Akhirnya pada tahun 1984 tanggung jawab puskesmas ditingkatkan lagi dengan berkembangnya program paket terpadu kesehatan dan keluarga berencana (Posyandu).
Program ini mencakup :
1. Kesehatan ibu dan anak
2. Keluarga berencana
3. Gizi
4. Penanggulangan penyakit diare
5. Imunisasi

Puskesmas mempunyai tanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan Posyandu di wilayah kerjanya masing-masing.

ASRUL SANI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar